Royalti

Hotel Kaget Terima Surat Tagihan

Para pengusaha hotel di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), dibuat kaget ketika menerima surat dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Surat itu berisi tagihan pembayaran royalti musik yang dianggap diputar dari televisi di kamar tamu.

Padahal, menurut pihak hotel, mereka sudah tidak lagi memutar musik untuk hiburan. Namun, LMKN beralasan televisi yang tersedia di kamar tetap bisa digunakan tamu untuk mendengarkan lagu, sehingga masuk kategori hiburan berbayar.


Alasan LMKN dan Reaksi Pengusaha

Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Adiyasa, mengungkapkan bahwa argumen LMKN cukup mengejutkan. Hotel diperlakukan sama seperti restoran atau kafe, hanya saja perhitungannya berdasarkan jumlah kamar.

“Kalau resto atau kafe hitungannya kursi, kalau hotel dari jumlah kamar. Hotel 0–50 kamar kena sekian, lalu 50–100 kamar dikenai lebih banyak,” ujarnya, Senin (11/8).

Surat tersebut disebut datang mendadak, menyusul ramainya kasus royalti musik di gerai Mie Gacoan Bali yang sebelumnya dipolisikan oleh LMK Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).


Cara Penagihan Dinilai Seperti Menagih Utang

Adiyasa menambahkan, yang membuat para pengusaha resah bukan hanya soal kewajiban membayar, tetapi juga cara penagihan yang dinilai seperti menagih hutang.

“Teman-teman hotel merasa ditagih seolah punya utang besar. Ditanya kapan bayarnya. Untuk sementara saya minta agar hotel yang disurati meminta ruang diskusi dengan LMKN,” jelasnya.


PHRI NTB Kritik Mekanisme Royalti

Ketua PHRI NTB, Ni Ketut Wolini, juga mengkritik mekanisme penarikan royalti lagu. Menurutnya, aturan teknis dan petunjuk pelaksanaan di daerah belum jelas.

Ia menyoroti bahwa banyak pelaku usaha kini takut memutar musik, baik di hotel maupun restoran, karena khawatir terkena tagihan. Bahkan dirinya mengaku belum pernah diajak berdiskusi soal prosedur resmi penarikan royalti.


Beban Berlapis bagi Pelaku Usaha

Wolini menegaskan bahwa kewajiban royalti menambah beban pelaku usaha yang sudah harus membayar pajak pusat dan daerah.

“Objek usaha seperti restoran atau hotel sudah bayar pajak daerah tinggi, pajak pusat juga. Ditambah lagi ada royalti musik. Kami berharap ada revisi undang-undang, karena ini memberatkan,” tandasnya.

Baca Juga: Prabowo Kritik Tantiem BUMN, Begini Aturannya

By ex1ku

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *